Tempat Berbagi Tugas Kuliah

Jumat, 20 Maret 2015

Mengapa Orang Suka Bicara Kasar Macam Ahok ? Mungkin ini jawabannya

Pustaka Tarbiyah


Ekspresi Ahok


Akhir-akhir ini beberapa orang dibuat gerah dengan tingkah laku Gubernur DKI saat ini. Ada yang mengatakan kalau kemampuan komunikasinya buruk ada pula yang mengatakan bahwa memang sifat bawaannya atau perilakunya yang sudah seperti itu.  

Beberapa pernyataan Gubernur pengganti Jokowi tersebut yang dianggap kasar diantaranya adalah :

Kamu mau cepat benerin Jakarta. Bakar setengahnya Jakarta!” 

“Yang jual beli lahan pemerintah bajingan”

 “Ada bajingan oknum PNS di DKI.”

Bahkan dalam sebuah Wawancara Aiman Wicaksono bersama  AHOK di Kompas TV yang disiarkan LIVE. Bayangkan dari satu sesi wawancara, sensor kata-kata kotor dan kasarnya bisa lebih dari 10x, sampai bikin bingung kru Kompas TV kayaknya nih untuk sensor, saking banyaknya, termasuk diantaranya kata TAHI, BANGSAT, GOBLOK, NENEK BEGO, dll. dsb. dst. 

Mengapa pembawaan kasar tersebut bisa terjadi ?
Jawaban pada judul di atas, ternyata bisa dijawab dengan analisa yang diambil dari perspektif empat tahap penyelesaian konflik menurut para ahli.
   
Seperti dikutip dari erwyn kurniawan dalam islamedia.co.id, dia menceritakan pengalamannya ketika mengikuti Sebuah Konferensi Pendidikan Anak Usia Dini di Jakarta dengan tema Membangun Kecerdasan Emosi dan Sosial Anak. Di situ ada Dua pakar dan praktisi pendidikan anak dari Florida, AS: Pamela Phelps, Ph.D dan Laura Stannard, Ph.D. Menurut keduanya, ada empat tahapan penyelesaian konflik yaitu: Pasif (Passive), Serangan Fisik (Physical Aggression), Serangan Bahasa (Verbal Aggression), dan Bahasa (Language).

Pertama, Pasif (Passive). Pada tahap ini, anak hampir tidak melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan lingkungan. Tahapan ini dialami oleh para bayi yang belum bisa bicara dan berbuat banyak, terlebih menyelesaikan masalahnya.

Kedua, Serangan fisik (Physical Aggression). Anak-anak usia praTK (sekitar 2-3 tahun) seringkali menyelesaikan masalah dengan melakukan serangan fisik berupa: tantrum (marah), berteriak, menggigit, menendang, memukul, atau melempar benda. Ia belum mempunyai perbendaharaan kata- kata untuk mengatasi persoalannya. Saat menginginkan mainan, seorang anak akan langsung merampas atau ketika marah pada temannya ia akan langsung memukul.

Ketiga Serangan Kata-kata (Verbal Aggression). Ketika anak menginjak TK sekitar 4-6 tahun maka serangan fisik akan berkurang namun mereka mulai memahami kekuatan kata-kata. Mereka akan bergerak ke tahap ‘serangan kata-kata’. Anak perempuan usia 4 tahun kadang berkata: “Bajumu jelek!” atau “Kamu tidak boleh datang ke pesta ulang tahunku!”

Keempat Bahasa (Language). Tahap ini, seorang anak sudah dapat menyelesaikan masalah dengan bahasa: kalimat yang positif, tidak kasar dan tidak menghakimi. Penggunaaan bahasa seperti ini merupakan cermin dari kematangan dan pengendalian emosi yang baik. Anak-anak yang akan masuk sekolah dasar sebaiknya sudah sampai pada tahapan bahasa untuk mengatasi persoalannya. Contoh: ketika seorang anak sedang membuat bangunan dengan balok, seorang teman menyenggol bangunannya. Anak itu berkata, “Aku tidak suka, kamu merobohkan rumahku.” Kemudian temannya itu menjawab, “Maaf aku tidak sengaja!” Masalah selesai dan kedua anak itu melanjutkan pekerjaannya.

Paparan dua pakar di atas sangat tepat untuk menganalisa soal Ahok yang acapkali melontarkan kata-kata kasar. Sejak menjadi wakil gubernur lalu menjadi pelaksana tugas gubernur DKI Jakarta, Ahok selalu memproduksi ucapan-ucapan kasar yang bernada menyerang (verbal aggression).

Kerapnya Ahok berkata kasar tersebut menimbulkan tanda tanya, apakah ia tak tuntas menjalani tahapan saat masih kecil sesuai dengan teori yang dipaparkan di atas ? Verbal aggression dilakukan oleh anak dalam rentang usia 4-6 tahun. Tahapan ini akan berhasil dilalui oleh seorang anak saat lingkungan di sekitarnya memberikan pijakan terhadap kata-kata serangan yang diucapkannya. Pijakan itu berupa penjelasan tentang tak baiknya kata tersebut diucapkan dan tidak bolehnya kalimat itu dilontarkan.

Ketika seorang anak mendapatkan pijakan tersebut dari orang-orang di sekitarnya, maka tahapan verbal aggression akan tuntas dilaluinya. Namun, ketika tak ada pijakan, maka tahapan ini tak akan pernah tuntas dan itu akan terbawa sampai ia dewasa. Bagi mereka yang tak tuntas melewati tahapan tersebut, segala persoalan bisa diselesaikan dengan verbal aggression.

Pertanyaannya kembali diulang, apakah Ahok tak tuntas menjalani tahapan masa kecilnya sehingga bersikap verbal aggression? Kalaupun jawabannya iya, siapapun tak boleh memakzulkannya selama ia tak melanggar peraturan (baca:konstitusi), meski bisa saja kita merasa tidak nyaman dan tidak simpati dengan sosok pemimpin yang bisa jadi kita duga tak tuntas melewati tahapan masa kecilnya. Semoga saja dugaan ini salah.

Selamat berjuang para “rival” (baca: yang ga suka) Ahok.
Nikmati saja prosesnya.

0 komentar:

Posting Komentar

1. Berkomentarlah dengan sopan.
2. Silahkan membuka Lapak tetapi tidak dengan menyertakakn Link Hidup,
3. Komentar yang berbau sara / pornografi akan saya hapus.
4. Mari budayakan Komentar dengan menggunakan Bahasa Ibu.

 

Resources

Hitstats Counter