Ekspresi Ahok |
Akhir-akhir ini beberapa
orang dibuat gerah dengan tingkah laku Gubernur DKI saat ini. Ada yang
mengatakan kalau kemampuan komunikasinya buruk ada pula yang mengatakan bahwa memang sifat bawaannya atau perilakunya yang sudah
seperti itu.
Beberapa pernyataan Gubernur pengganti Jokowi tersebut yang dianggap kasar
diantaranya adalah :
“Kamu mau cepat benerin Jakarta. Bakar setengahnya Jakarta!”
“Yang jual beli lahan pemerintah bajingan”
“Ada bajingan oknum PNS di DKI.”
Bahkan
dalam sebuah Wawancara Aiman Wicaksono bersama AHOK di Kompas TV yang disiarkan LIVE.
Bayangkan dari satu sesi wawancara, sensor kata-kata kotor dan kasarnya bisa
lebih dari 10x, sampai bikin bingung kru Kompas TV kayaknya nih untuk sensor,
saking banyaknya, termasuk diantaranya kata TAHI, BANGSAT, GOBLOK, NENEK BEGO,
dll. dsb. dst.
Mengapa pembawaan kasar tersebut bisa terjadi ?
Jawaban
pada judul di atas, ternyata bisa dijawab dengan analisa yang diambil dari
perspektif empat tahap penyelesaian konflik menurut para ahli.
Seperti dikutip dari erwyn kurniawan dalam
islamedia.co.id, dia menceritakan pengalamannya ketika mengikuti Sebuah Konferensi
Pendidikan Anak Usia Dini di Jakarta dengan tema Membangun Kecerdasan Emosi dan
Sosial Anak. Di situ ada Dua pakar dan praktisi
pendidikan anak dari Florida, AS: Pamela Phelps, Ph.D dan Laura Stannard, Ph.D.
Menurut keduanya, ada empat tahapan penyelesaian konflik yaitu: Pasif
(Passive), Serangan Fisik (Physical Aggression), Serangan Bahasa (Verbal
Aggression), dan Bahasa (Language).
Pertama, Pasif (Passive). Pada tahap ini, anak hampir tidak
melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan lingkungan. Tahapan ini dialami
oleh para bayi yang belum bisa bicara dan berbuat banyak, terlebih
menyelesaikan masalahnya.
Kedua, Serangan fisik (Physical Aggression). Anak-anak usia
praTK (sekitar 2-3 tahun) seringkali menyelesaikan masalah dengan melakukan
serangan fisik berupa: tantrum (marah), berteriak, menggigit, menendang,
memukul, atau melempar benda. Ia belum mempunyai perbendaharaan kata- kata
untuk mengatasi persoalannya. Saat menginginkan mainan, seorang anak akan
langsung merampas atau ketika marah pada temannya ia akan langsung memukul.
Ketiga Serangan Kata-kata (Verbal Aggression). Ketika anak
menginjak TK sekitar 4-6 tahun maka serangan fisik akan berkurang namun mereka
mulai memahami kekuatan kata-kata. Mereka akan bergerak ke tahap ‘serangan
kata-kata’. Anak perempuan usia 4 tahun kadang berkata: “Bajumu jelek!” atau
“Kamu tidak boleh datang ke pesta ulang tahunku!”
Keempat Bahasa (Language). Tahap ini, seorang anak sudah dapat
menyelesaikan masalah dengan bahasa: kalimat yang positif, tidak kasar dan
tidak menghakimi. Penggunaaan bahasa seperti ini merupakan cermin dari
kematangan dan pengendalian emosi yang baik. Anak-anak yang akan masuk sekolah
dasar sebaiknya sudah sampai pada tahapan bahasa untuk mengatasi persoalannya.
Contoh: ketika seorang anak sedang membuat bangunan dengan balok, seorang teman
menyenggol bangunannya. Anak itu berkata, “Aku tidak suka, kamu merobohkan
rumahku.” Kemudian temannya itu menjawab, “Maaf aku tidak sengaja!” Masalah
selesai dan kedua anak itu melanjutkan pekerjaannya.
Paparan dua pakar di atas sangat tepat untuk menganalisa soal Ahok yang
acapkali melontarkan kata-kata kasar. Sejak menjadi wakil gubernur lalu menjadi
pelaksana tugas gubernur DKI Jakarta, Ahok selalu memproduksi ucapan-ucapan
kasar yang bernada menyerang (verbal aggression).
Kerapnya Ahok berkata kasar tersebut menimbulkan tanda tanya, apakah ia tak tuntas
menjalani tahapan saat masih kecil sesuai dengan teori yang dipaparkan di atas ?
Verbal aggression dilakukan oleh anak dalam rentang usia 4-6 tahun. Tahapan ini
akan berhasil dilalui oleh seorang anak saat lingkungan di sekitarnya
memberikan pijakan terhadap kata-kata serangan yang diucapkannya. Pijakan itu
berupa penjelasan tentang tak baiknya kata tersebut diucapkan dan tidak
bolehnya kalimat itu dilontarkan.
Ketika seorang anak mendapatkan pijakan tersebut dari orang-orang di
sekitarnya, maka tahapan verbal aggression akan tuntas dilaluinya. Namun,
ketika tak ada pijakan, maka tahapan ini tak akan pernah tuntas dan itu akan
terbawa sampai ia dewasa. Bagi mereka yang tak tuntas melewati tahapan
tersebut, segala persoalan bisa diselesaikan dengan verbal aggression.
Pertanyaannya kembali diulang, apakah Ahok tak tuntas
menjalani tahapan masa kecilnya sehingga bersikap verbal aggression? Kalaupun
jawabannya iya, siapapun tak boleh memakzulkannya selama ia tak melanggar
peraturan (baca:konstitusi), meski bisa saja kita merasa tidak nyaman dan tidak simpati dengan sosok pemimpin yang bisa jadi kita duga
tak tuntas melewati tahapan masa kecilnya. Semoga saja dugaan ini salah.
Selamat berjuang para “rival” (baca: yang ga suka) Ahok.
Nikmati saja prosesnya.
0 komentar:
Posting Komentar
1. Berkomentarlah dengan sopan.
2. Silahkan membuka Lapak tetapi tidak dengan menyertakakn Link Hidup,
3. Komentar yang berbau sara / pornografi akan saya hapus.
4. Mari budayakan Komentar dengan menggunakan Bahasa Ibu.