Brand Speedy |
Telkom akhirnya memutuskan
membunuh brand "Speedy". Ya, pelan-pelan speedy akan dimatikan. Diganti brand
IndiHome.
Setelah layanan TV kabel
Telkomvision-nya dijual ke Trans Group, lalu Flexy-nya lenyap (yang hingga kini
belum juga tuntas mengurus migrasinya seluruh pelanggannya) kini giliran speedy yg akan
dimatikan. Kisah muram seperti itu mungkin wajah dari kegagalan
beradaptasi dengan revolusi bisnis digital yang berubah dengan cepat. Kisah
Telkom barangkali juga memberikan pelajaran krusial tentang change management.
Pergantian Speedy ke
Indihome merupakan strategi jurus dewa mabuk telkom. Blundernya sudah
berkali-kali, Untung telkom yg punya telkomsel. Kalau tidak, sudah lama telkom
jadi dinosaurus dan masuk museum. Jumlah karyawan telkomsel 20% total karyawan
telkom. Namun sumbang profit 80% dari total profit telkom. Kenapa tidak
sekalian telkom-nya ditutup.
Pengalaman penulis bersama
speedy, tarifnya selalu berganti-ganti. Bahkan dalam satu bulan biaya pasang
baru bisa berubah sampai tiga kali. Sehingga jika ada teman atau kolega saya minta bantuan untuk pasang baru speedy saya selalu kontak petugas lapangan dulu apakah sedang ada tarif promo atau tidak. Jika tidak ada, terpaksa harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan tarif yang diinginkan. Namun itu akan menjadi masa lalu. Brand
yang punya slogan “dunia dalam genggamanmu” itu hanya akan menjadi cerita saja.
Kini telkom menggebrak dengan
IndiHome. Full fiber optik. Bisa sampe 100 MB. Ambisi, speedy dimatikan lalu
pindah semua ke indiHome. Namun promosi indiHome di kanal online sama sekali
belum terpadu. Webnya saja baru siap. Info minim. Info harga ndak ada di
webnya. Pas mau apply ke web IndiHome, malah “dibuang” ke web lain. Web ini tidak
mobile friendly. Dan susah dibaca seperti
web kelas Desa. Waktu akhirnya pasang Indihome di rumah, speed 10MB, petugas
minta uang tambahan 250 ribu, yg tdk tercantum di web resmi. Tim sales bilang
speed 10 MB unlimited biaya 300 rb/bulan. Pas ditagih, biaya 465 ribu. Orang
penagihan bilang, sales nggak info. "Oalah, le, le......! Sampeyan jualan pisang goreng saja
le". "Ndak usah ngurus bisnis digital kalau gak jelas begini."
IndiHome produk bagus. Harga
promosi oke, meski harga normal agak mahal. Normal 10 MB unlimited biaya 450
ribu/bulan. Bonus TV kabel. Namun sayang, upaya promosi tampak tidak terpadu. Sampai
saat ini tidak banyak orang yang tahu. Proses instalasi juga tidak
terkoordinasi dg baik. Kurang elok untuk perusahaan sekelas Telkom.
Apa pelajaran dari kegagalan
demi kegagalan dan layanan yang relatif buruk tersebut?
Telkom mungkin menderita sindrom Big BUMN Company (sama
seperti BUMN lain yang berada pada industri yang kurang kompetitif, seperti
PLN, KAI, Jasa Marga atau Angkasa Pura). Sindrom itu adalah : lamban, kurang
lincah, tidak kreatif, terlalu birokratis dan seringkali koordinasi internal antar
divisinya buruk. Mungkin itu juga karena mayoritas manajer senior di Telkom
rata-rata sudah berusia diatas 45 tahun (terlalu dalam ukuran industri
digital yang dinamis). Sama seperti Sony – yang didominasi karyawan tua – maka
iklim kreativitas yang segar pelan-pelan surut, dan lamban bergerak.
Kalau saja, seluruh posisi kunci Telkom dipegang oleh anak
muda usia 25-an tahun yang kreatif dan paham benar dengan dunia digital,
barangkali nasib mereka akan menjadi lebih baik. Namun tentu saja ini hanya
angan-angan belaka.
IndiHome adalah pertaruhan besar bagi Telkom. Kegagalan
produk ini bisa membuat masa depan mereka kian suram dan tidak relevan.
0 komentar:
Posting Komentar
1. Berkomentarlah dengan sopan.
2. Silahkan membuka Lapak tetapi tidak dengan menyertakakn Link Hidup,
3. Komentar yang berbau sara / pornografi akan saya hapus.
4. Mari budayakan Komentar dengan menggunakan Bahasa Ibu.